Beliau adalah Habib Nabil bin Fuad al-Musawa. Keturunan ke-38 dari
Rasulullah, cucu keponakan Habib Muhsin bin Ali al-Musawa yang menjadi
pendiri Ma’had Darul Ulum, tempat ramai mengajinya para ulama Indonesia
di Makkah al-Mukarramah.
Wajah yang kental dengan aura Timur Tengah itu menyorotkan keteduhan
bagi siapa saja yang menatapnya. Suaranya yang tegas ditambah senyum
yang selalu mengembang menjadikan kharisma otentik seorang habib dari
sosok ini. Beruntunglah masyarakat di Kayutangi yang memperoleh
kesempatan berjumpa dengan sosok Habib Nabil. Tausiyah dan ujaran-ujaran
Habib berisi butiran hikmah penuh inspirasi.
Sabtu (24/03) , Habib Nabil memberi ceramah dalam rangka peringatan
Maulid Nabi Muhammad di Mushala Hunafaa Jl. Flamboyan 4 Kayutangi.
Peserta membludag hingga ke halaman, mushala yang tidak begitu luas itu
tidak mampu menampung jamaah. Tidak kurang dari 500 orang berkumpul
mendengarkan ceramah dengan tema Menjadikan Rasulullah sebagai Qudwah
dalam Kehidupan Keluarga, Masyarakat dan Negara.
“Kita harus memanfaatkan maulid sebagai momentum untuk meneladani
Rasulullah. Kita ingin agar masyarakat kembali memahami bagaimana akhlak
Nabi dalam keseluruhan hal. Karena Nabi adalah al-Quran yang berjalan,
sementara al-Quran memerintahkan kita memasuki Islam secara kaffah
(total),” tegas Habib.
“Misalnya masalah poligami, seharusnya tidak perlu diatur melalui
perundang-undangan, karena memang masalahnya bukan pada hal itu.
Seharusnya yang diatur oleh undang-undang negara adalah pola interaksi
antara lelaki dan perempuan. Saat ini pola pergaulan, terutama anak-anak
kita, sudah sangat mengkhawatirkan. Seyogyanya negara juga memberi
perhatian terhadap perbaikan akhlak bangsa ini,” ungkap Habib saat
mengomentari rencana pengetatan aturan poligami bagi pejabat negara.
Kiprah Habib Nabil memang bukan hanya pada wilayah keagamaan belaka,
politik ternyata menjadi perhatian khusus juga bagi Habib. Pengurus
Bidang Pembinaan Kader DPP PKS ini menyadari betul bahwa negara bisa
menjadi alat kontrol yang efektif. Karir politik Habib Nabil pertama
kali sebagai ketua DPD Partai Keadilan Cianjur, lalu di Biro Luar Negeri
DPP PKS dan saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua Departemen Diklat di
bawah Bidang Pembinaan Kader DPP PKS.
“Mengapa negara perlu turut campur, karena sepertiga hukum al-Quran
itu hanya bisa tegak dengan politik dan negara, sebagaimana yang ditulis
oleh Imam al-Mawardi dalam kitab al-Ahkam al-Suthaniyyah. Selama ini
banyak masyarakat yang saleh secara individu dan keluarga, namun belum
memiliki kesalehan dan filter yang kuat dalam berpolitik. Inilah
pentingnya politik yang Qurani,” tegas Habib.
Kehidupan Pribadi
Habib
Nabil lahir di Cianjur empat puluh tahun yang lalu. Ayahnya bernama hb
Fuad bin abdurrahman al-Musawa(Alm) lahir di Palembang sedang kakeknya
kelahiran Makkah. ”Hanya saja, setelah Perang Dunia II, kami terputus
hubungan dengan kakek.” ungkap Habib.
Adik kakek Habib Nabil, yaitu Habib Muhsin al-Musawa adalah pendiri
Ma’had Darul Ulum al-Diniyyah yaitu pesantren pertama kali berdiri untuk
orang Indonesia di Makkah. Saat ini sudah menjadi besar, bahkan
diakuisi oleh pemerintah Arab Saudi dan dijadikan untuk umum. Banyak
tokoh yang sudah lahir dari pesantren itu, salah satunya adalah Habib
Muhammad bin Alwi al-Maliki.
Istri beliau adalah seorang keturunan ke-35 dari Rasulullah, yaitu
Syarifah Faridah al-Haddad. Keturunan dari Habib Abdullah bin Alawi
al-Haddad, sang pemilik Ratibul Haddad, sebuah kitab berisi zikir dan
wirid yang ma’tsur serta banyak diamalkan di kalangan umat Islam
Indonesia. Syarifah Faridah banyak mengelola majelis taklim di Cianjur,
Bogor dan sekitarnya. “Insya Allah akan ke Kalsel tanggal 3 April besok
untuk memberikan taujih juga,” kata Habib.
Salah satu adik Habib Nabil adalah Habib Mundzir bin Fuad al-Musawa,
pemimpin Majelis Rasulullah yang berpusat di Masjid al-Munawar Pancoran.
Majelis Rasulullah adalah tempat berkumpul para alumni Ma’had Darul
Musthafa asuhan Habib Umar bin Hafidz dari Tarim Hadramaut, Yaman.
Secara informal, Habib belajar ilmu-ilmu alat dan syariat kepada
kakek, yaitu Habib Abdurrahman bin Ali al-Musawa. Juga kepada ayah dan
paman beliau yang lama di Makkah dan Madinah. Setelah itu sempat belajar
di Pesantren al-Khairat Condet asuhan Habib Salim Segaff al-Jufri
(sekarang menjadi duta besar Indonesia untuk Arab Saudi). Selain itu,
Habib sendiri pernah mengenyam short course yang diadakan oleh
Universitas Madinah selama 2 bulan atas undangan WAMY (World Assembly
Moslem Youth) di tahun 1993.
Sementara pendidikan formal Habib Nabil justru dari universitas umum.
Gelar sarjana pertanian diperoleh dari Universitas Juanda Bogor dan
magister sosiologi dari IPB Bogor. Kepakarannya dalam hal syariat
menjadi lengkap oleh ilmu-ilmu profesional.
Sumber dari https://majeliskecil.wordpress.com/2011/04/10/mengiringi-habib-nabil-bin-fuad-al-musawa/
0 komentar:
Posting Komentar